YAS’ALUNAKA: Pembagian Waris Hasil Usaha Bisnis
- 23 August 2024
- Posted by: ADMIN IT
- Category: Fiqih Waris
Pertanyaan
Assalaamu’alaikum wr wb.
Ustadz, mohon izin menanyakan permasalahan tentang pembagian warisan, yang ditanyakan teman kepada saya, tapi saya tidak berani memberikan jawaban. Oleh karena itu, saya mohon bantuan ustadz untuk memberikan jawaban/penjelasan atas permasalahan teman saya tersebut.
Adapun permasalahannya sebagai berikut:
Almarhum kedua orang tua teman tersebut meninggalkan warisan berupa suatu usaha/bisnis, hasil usaha tersebut rencananya tiap bulan akan dibagikan kepada ahli waris (4 orang anak: 1 laki-laki dan 3 perempuan).
“Bagaimana pembagian hasil usaha tersebut, apakah sama seperti pembagian warisan, yaitu anak laki-laki mendapatkan pembagian hasil 2x daripada yg diterima anak perempuan?”
Salah seorang anak adalah non-muslim, “apakah memiliki hak/pembagian yang sama dengan anak-anak yang muslim ?”
Terima kasih atas perhatian dan jawaban/penjelasan yang diberikan.
Wassalaam.
Jawaban
Bismillahirrahmanirrahim,
Suatu badan usaha/ bisnis bisa menjadi harta warisan yang otomatis berpindah kepemilikannya (secara syar’i), dari almarhum sebagai pewaris kepada ahli warisnya, melalui skema faraid atau pembagian harta warisan.
Berdasarkan pertanyaan Bapak, yang menjadi ahli waris adalah 4 anak almarhum yang terdiri dari 1 anak laki-laki dan 3 anak perempuan.
Sehingga pembagian jatah warisnya menjadi sebagai berikut: 1 anak laki-laki mendapat 40%, 3 anak perempuan mendapat masing-masing 20%. Hal ini sesuai dengan ketentuan Allah swt dalam QS An-Nisa: 11 yang menyatakan bahwa bagian anak laki-laki adalah dua kali anak perempuan.
Dari sini kita bisa simpulkan bahwa usaha tersebut, saat ini dimiliki bersama oleh ke-empat ahli waris dengan prosentase kepemilikan seperti yang sudah dijelaskan di atas.
Untuk pembagian keuntungan, sebenarnya ini adalah permasalahan turunan atau cabang dari persoalan inti. Dengan kata lain, kepemilikan suatu unit usaha itu satu hal, dan pembagian keuntungannya adalah hal yang lain. Keduanya tidak selalu berbanding lurus.
Misalnya dalam kasus akad mudharabah, seorang pemilik modal bekerjasama dengan seorang profesional untuk menjalankan sebuah bisnis. Kemudian keduanya sepakat bahwa keuntungannya dibagi 50%-50%. Dalam kasus mudharabah tersebut, si pemilik perusahaan hanya mendapat keuntungan 50%, padahal saham perusahaan adalah 100% miliknya.
Kembali ke pertanyaan, namun demikian, secara sederhana kita bisa menjawab bahwa “ya, hasil keuntungan dari usaha atau bisnis tersebut harus dibagi sesuai dengan porsi jatah waris yang sudah ditentukan. Alias disesuaikan dengan porsi kepemilikan saham masing-masing ahli waris dalam usaha tersebut. Hal ini berdasarkan kesepakatan bahwa memang keuntungan usaha dibagi sesuai dengan porsi saham kepemilikan.”
Bagaimana jika ada salah satu anak yang non muslim, apakah ia mendapat jatah waris?
Jawabannya, anak tersebut tidak mendapat jatah warisan, sebab salah satu penghalang waris adalah perbedaan agama. Orang Islam tidak menerima warisan dari orang kafir, sebagaimana orang kafir tidak menerima warisan dari orang Islam.
Hal ini berdasar sabda Nabi Muhammad saw,
لا يرث المسلم الكافر، ولا الكافر المسلم
“Seorang muslim tidak menerima warisan dari orang kafir, dan orang kafir tidak menerima warisan dari yang muslim.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Walhasil, anak yang non-muslim tersebut dicoret dari daftar ahli waris, sehingga tersisa 3 orang saja yang akan mewarisi kepemilikan unit usaha/ bisnis peninggalan orang tua.
Namun, jika dikhawatirkan akan timbul perpecahan dalam keluarga, maka sesuai kesepakatan 3 ahli waris yang muslim tadi, mereka boleh memberikan semacam harta-tali-asih kepada saudara yang non-muslim. Boleh dalam bentuk uang ataupun porsi saham kepemilikan.
Langkah ini dinilai baik, sebagai bentuk win-win solution. Selain demi menjaga kerukunan dan hubungan baik antar saudara, juga agar pembagian waris dalam keluarga tersebut tetap sesuai dengan aturan Syariat Islam.
[faidah tambahan]
Lalu, apa bedanya harta warisan dengan harta tali-asih itu?
Perbedaannya bisa dijelaskan dalam poin berikut ini:
1. Membagi harta warisan itu hukumnya wajib, sedang memberi tali-asih tidak wajib. Jika memberi, dinilai sedekah. Jika tidak, tidaklah mengapa.
2. Besaran nilai harta warisan sudah ditentukan (sesuai fikih waris), sementara tali-asih bebas. Sesuai keikhlasan si pemberi.
3. Membagi harta warisan itu wajib demi mentaati perintah Allah swt, sementara memberi tali-asih itu sekadar boleh, semata demi rasa welas asih ke saudara non-muslim yang tidak mendapat jatah waris.
Semoga bisa dipahami.
Wallahu a’lam.
[Yas’alunaka-STIM Surakarta]
Bagi Anda yang ingin join grub belajar: FIQIH IBADAH, FIQIH MUNAKAHAH, dan FIQIH WARIS & MUAMALAH MALIYAH, silakan join grub wa YAS’ALUNAKA berikut ini https://chat.whatsapp.com/J69ZAbbqGz81NEsBB9xrdl
Bagikan link belajar FIQIH ini, kepada keluarga, saudara dan teman Anda. Semoga keridhoan Anda membagikan informasi ini, ada catatan amal kebaikan Anda untuk umat muslim.
Dibimbing oleh Ustadz Wildan Jauhari, Lc., M.H.