YAS’ALUNAKA: Masih Punya Hutang Shalat, Apakah Bisa Keluarganya Menggantikan Shalat?
- 10 January 2024
- Posted by: ADMIN IT
- Category: Fiqih Ibadah
Pertanyaan
Jika seseorang meninggal dan masih punya hutang salat, apakah bisa keluarganya menggantikan salat atau cukup bayar fidyah?
Jawaban
Bismillahirrahmanirrahim,
Pembaca yang budiman, salat adalah tiang agama seseorang. Ia rukun kedua setelah ikrar syahadat. Salat adalah juga amalan yang pertama kali diaudit di hadapan Pengadilan Allah swt di Hari Kiamat.
Seorang muslim dan ibadah salat adalah satu yang tidak bisa dipisahkan. Salat bagi seorang muslim bak rasa pedas pada sambal, asin pada garam, dan manis pada gula. Masing-masing rasa itu menjadi identititas utama sebuah condiment bisa dengan mudah dikenali. Begitu pula salat bagi kehidupan seorang muslim.
Dalam menjalankan kewajiban ibadah salat itu, seseorang menemui ujian dan tantangannya masing-masing. Ada orang-orang yang lulus menjaga serta mendirikan tiang agamanya, ada juga yang tertatih dan terseok, dan sebagian yang lain tak peduli sama sekali dengan salatnya hingga ajal menjumpai.
Di poin terakhir ini yang sering menjadi pertanyaan, yaitu apa yang bisa dilakukan keluarga yang masih hidup jika mendapati keluarganya wafat dan masih punya hutang salat?
..
Para Ulama Madzhab Syafi’i telah menguraikan panjang lebar terkait hukum orang yang wafat dan memiliki hutang salat. Salah satu penjelasannya bisa kita temukan dalam Kitab Al-Majmu Syarh al-Muhadzdzab karya Imam an-Nawawi;
لَوْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صَلَاةٌ أَوْ اعْتِكَافٌ لَمْ يَفْعَلْهُمَا عَنْهُ وَلِيُّهُ وَلَا يَسْقُطُ عَنْهُ بِالْفِدْيَةِ صَلَاةٌ وَلَا اعْتِكَافٌ
* هَذَا هُوَ الْمَشْهُورُ فِي الْمَذْهَبِ وَالْمَعْرُوفُ مِنْ نُصُوصِ الشَّافِعِيِّ فِي الام وغيره
“Jika seseorang meninggal dan masih punya hutang salat atau i’tikaf, maka walinya tidak bisa menggantikan mengerjakan salat maupun i’tikaf, tidak bisa pula diganti dengan membayar fidyah. Ini adalah pendapat yang masyhur dalam Madzhab Syafi’i dan pendapat yang makruf dari teks Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm atau selainnya.” (Lihat Al-Majmu’, 6/372)
Uraian yang lebih rinci bisa kita jumpai misalnya di kitab I’anatut Talibin,
(فائدة) من مات وعليه صلاة فلا قضاء ولا فدية. وفي قول – كجمع مجتهدين – أنها تقضى عنه لخبر البخاري وغيره، ومن ثم اختاره جمع من أئمتنا، وفعل به السبكي عن بعض أقاربه. ونقل ابن برهان عن القديم أنه يلزم الولي إن خلف تركة أن يصلى عنه، كالصوم. وفي وجه – عليه كثيرون من أصحابنا – أنه يطعم عن كل صلاة مدا.
“(Faidah) Seseorang yang wafat dan masih punya hutang salat, tidak ada qadha dan tidak ada fidyah. Namun dalam salah satu pendapat -yang juga dipegang sejumlah mujtahid- disebutkan bahwa bisa diqadha berdasar khabar dalam Al-Bukhari dan lainnya. Pendapat ini diamini oleh sebagian Para Ulama Madzhab Syafi’i. Salah satunya adalah Imam as-Subki yang mengerjakan salat untuk sebagian kerabatnya yang meninggal. Adapula nukilan dari Ibnu Burhan dari pendapat qadim bahwa wali almarhum wajib salat untuknya jika meninggalkan harta warisan, sebagaimana dalam konteks puasa. Sedangkan menurut salah satu wajah dalam madzhab Syafi’i, orang yang wafat dan masih punya hutang salat bisa dibayar dengan satu fidyah untuk setiap salat yang ditinggalkan.” (Lihat I’anatut Talibin, 1/33)
..
Kesimpulan:
1. Para Ulama dalam Madzhab Syafi’i berbeda pendapat soal orang yang wafat dan masih punya hutang salat.
2. Pendapat yang pertama yang masyhur dalam Madzhab Syafi’i adalah tidak ada qadha dan tidak ada fidyah. Artinya, tidak ada konsekuensi dunia setelah seseorang wafat, karena salat adalah ibadah badaniyah mahdhah yang tidak bisa diwakilkan. Ini juga merupakan pendapat jumhur ulama dari Madzhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali. (lihat al-Mausuah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 39/290)
3. Pendapat kedua dalam Madzhab Syafi’i adalah wali, ahli waris atau kerabat bisa mengqadha-kan salat almarhum. Sebagaimana yang diamalkan oleh Imam as-Subki, seorang ulama besar dalam Madzhab Syafi’i. Beliau salat dengan niat untuk mengqadha salat-salat yang ditinggalkan kerabatnya yang wafat.
4. Pendapat ketiga dalam Madzhab Syafi’i adalah wali almarhum bisa membayar satu fidyah untuk setiap salat yang ditinggalkan. Jumlah fidyah yang dibayarkan setara dengan jumlah salat yang ditinggalkan.
5. Perbedaan pendapat di kalangan para ulama dalam perkara ijtihadiyah menunjukkan keluasan ilmu mereka, sekaligus dalam waktu yang sama menggambarkan bagaimana keluwesan fikih islam. Tugas kita adalah beramal sesuai dengan kemampuan masing-masing, serta selalu menghargai perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Wallahu a’lam.
[Yas’alunaka-STIM Surakarta]
=====
Bagi Anda yang ingin join grub belajar: FIQIH IBADAH, FIQIH MUNAKAHAH, dan FIQIH WARIS & MUAMALAH MALIYAH, silakan join grub wa YAS’ALUNAKA berikut ini https://chat.whatsapp.com/J69ZAbbqGz81NEsBB9xrdl
Bagikan link belajar FIQIH ini, kepada keluarga, saudara dan teman Anda. Semoga keridhoan Anda membagikan informasi ini, ada catatan amal kebaikan Anda untuk umat muslim.
Dibimbing oleh Ustadz Wildan Jauhari, Lc., M.H.