Fajar Shadiq dalam Perspektif Tafsir dan Astronomi
Oleh : Sudarmadi Putra, M.Ud
Pendahuluan
Fajar Shadiq terdiri dari dua kata, fajar dan shadiq. Dalam literatur kamus Arab kata fajar mempunyai makna: dini hari, subuh, naik, terbit, mula-mula, permulaan, mulai, awal[1]. Menurut Ibnu Faris kata fajar mempunyai arti التفتح في الشيئ “terbuka pada sesuatu”[2] sedangkan kata Shadiq memiliki makna yang benar, jujur, tulus. Jadi kalau digabung dapat diartikan secara harfiah Bahasa Permulaan yang benar. Sedangkan fajar shadiq dalam istilah Al-Qur’an dengan sebutan,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
Artinya : “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” [3]
Dengan demikian dalam Al-Qur’an telah disebutkan bahwa fajar itu terbit ditandai berupa jelasnya benang putih dengan benang hitam. Ketika mulai tampak cahaya di ufuk dan mulai jelas perbedaannya dengan gelapnya malam.
Prespektif Tafsir
Dalam Tafsir Thabari dikatakan “Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala مِنَ الْفَجْرِ sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (terbit fajar) maksudnya ketika jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam yang mana dia adalah sebagian dari fajar, bukan keseluruhan fajar”[4]sedangkan, tafsir Qurthubi menafsirkan: “Dinamai fajar (shodiq) itu benang, karena yang muncul berupa warna putih terlihat memanjang seperti benang”[5]
Begitu juga tafsir al-Kasyasyaf dijelaskan : “Yang dimaksud الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ adalah awal permulaan tampaknya fajar yang membentang di ufuk seperti benang yang dibentang”[6]sedangkan menurut pakar Bahasa Abu As-Su’ud rahimahullah berkata dalam tafsirnya : “Dan huruf من (dalam ayat مِنَ الْفَجْرِ ), juga boleh bermakna التبعيض (sebagian), karena sesungguhnya yang muncul dari fajar itu adalah sebagian dari fajar (bukan keseluruhannya)”[7]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam salah satu redaksinya mengenai fajar shadiq :
الفَجْرُ فَجْرَانِ، فَجْرٌ يُقَالُ لَهُ: ذَنَبُ السِّرْحَانِ؛ وَهُوَ الْكاَذِبُ يَذْهَبُ طُوْلاً، وَلاَ يَذْهَبُ عَرْضاً، وَالْفَجْرُ اْلآخَرُ يَذْهَبُ عَرْضا،ً وَلاَ يَذْهَبُ طُوْلاً
“Fajar itu ada 2; fajar yang disebut sebagai ekor serigala yaitu fajar kadzib yang datang menjulang, tidak membentang, dan fajar yang lain (yang akhir) datang membentang dan tidak menjulang.” [8]
Dalam redaksi hadis yang berbeda juga dikatakan bahwa fajar kadzib dan fajar shadiq itu disebut dengan banyak nama atau istilah, antara lain secara berpasangan: fajar mustathil (meninggi) dan fajar mustathir (menyebar membentang), Albayadh (hamburan cahaya putih) dan bayadh an-nahar (putihnya siang), as–sathi’ (terang ke atas) dan al-Mu’taridh al-Ahmar (membentang kemerahan). Sementara untuk fajar shadiq sendiri masih memiliki sifat-sifat yang lain misalnya al-bayyin, al-munfajir, al-muntasyir ‘ala ru`usil jibal.Hakikat fajar shadiq namun jawabannya adalah salah satu hadits tentang selesainya Nabi dari shalat subuh.[9]
Ibnu Mandhur dalam kamus lisanul arab berkata : “Fajar adalah cahaya Subuh, yaitu sinar merahnya matahari di kegelapan malam. Dan fajar itu ada dua macam : Pertama, Fajar mustathil (menjulang ke atas). Ini adalah fajar kadzib yang biasa disebut Dhanab As-Sirhon (ekor srigala). Sedangkan fajar yang kedua adalah fajar mustathir (menyebar). Ini adalah fajar shodiq yang menyebar di ufuk, yang dengannya haram makan dan minum bagi yang berpuasa. Dan waktu subuh tidak dikatakan masuk kecuali dengan (terbitnya) fajar shodiq”
Diantara kesimpulan yang disebutkan oleh para ulama mengenai fajar adalah perkataan Ibnu Utsaimin rahimahullah “Para ulama menyebutkan bahwa antara fajar sadiq dan fajar kadzib– terdapat tiga perbedaan;
Pertama: Fajar pertama (kadzib) memanjang, tidak membentang yakni memanjang dari timur ke barat. Kedua: bahwa fajar awal gelap, maksudnya muncul cahaya dalam waktu singkat namun kemudian gelap. Sedangkan fajar kedua (sadiq) tidak gelap, bahkan bertambah cahayanya dan semakin terang. Ketiga: fajar kedua (sadiq) menyatu dengan ufuk, antara dia dengan ufuk tidak ada kegelapan. Sementara fajar pertama terputus dari ufuk. antara ia dengan ufuk ada kegelapan..
Jadi,yang disebuat fajar itu ada dua, fajar kadzib dimana tidak masuk bersamanya waktu shalat fajar. Tidak menghalangi makan, minum dan bersenggama bagi orang yang ingin berpuasa, Fajar sodiq, masuk bersamanya waktu shalat fajar, dan dilarang makan, minum dan bersenggama bagi yang berpuasa.
Perspektif Astronomi
Astronomi itu sendiri merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang dikembangkan atas dasar pengamatan (observasi). Disebut juga dengan istilah Observational Science . Astronomi dipahami sebagai ilmu yang mempelajari benda dan materi yag berada di luar atmosfer bumi, seperti : bintang, planet, galaksi, komet dan seterusnya, serta mempelajari fenomena – fenomena angkasa, gerhana bulan dan matahari, fajar shadiq dan kadzib dan lainnya.
Pandangan Astronomi, Al-Biruni mengatakan sudut Matahari saat fajar shadiq = minus 18 derajat. Sedangkan Ibn Yunus : sudut Matahari saat fajar shadiq = minus 20 derajat. Fajar Shadiq ditempatkan dalam konteks fajar astronomis disebut astronomical twilight.
Fajar dalam Sudut Pandang Astronomi, membedakan dengan tegas definisi fajar shadiq dan fajar kadzib. Fajar sadiq biasa disebut juga the true dawn yakni cahaya fajar yang berasal dari sinar Matahari ‘asli’. Yakni berkas sinar Matahari yang telah mulai menyentuh lapisan atmosfer Bumi khususnya lapisan terpadat dan terendah yakni troposfer. Masuknya berkas cahaya Matahari di bagian teratas lapisan troposfer lantas diikuti dengan peristiwa hamburan sinar Matahari oleh uap air dan partikulat lainnya didalamnya.
Sehingga terdapat komponen sinar yang dihamburkan ke arah bawah hingga menyinari dasar lapisan troposfer. Dinamika ini dikendalikan oleh beragam faktor . Sementara fajar kadzib adalah fajar yang berasal dari sinar Matahari ‘tidak asli’. Yakni berkas sinar Matahari yang sama sekali tak bersentuhan dengan atmosfer Bumi, namun ia dipantulkan oleh partikel-partikel debu zodiak di antariksa.
Astronomi mengenalnya sebagai cahaya zodiak . Ciri–ciri cahaya zodiak sesuai dengan fajar kadzib, yakni berbentuk mengerucut (mirip segitiga) dengan dasar di ufuk dan sumbunya mengikuti kedudukan garis ekliptika.[10]
Astronomi membagi fajar ke dalam tiga jenis, masing-masing fajar sipil, fajar nautikal dan fajar astronomis. Bila titik pengamatan terletak di garis pantai yang menghadap ke timur dan mampu melihat ufuk timur dengan jelas, maka awal fajar sipil adalah tatkala Matahari belum terbit namun langit telah cukup terang sehingga ufuk (dalam semua arah) dapat diidentifikasi dengan mudah. Benda-benda di paras Bumi juga dapat dikenali tanpa pencahayaan tambahan. Awal fajar sipil dapat dikenali dimanapun sepanjang langit cerah. Umumnya fajar sipil terjadi saat tinggi Matahari minus 6º dari ufuk timur.
Sementara pada awal fajar nautikal, langit lebih redup ketimbang saat awal fajar sipil. Ufuk sudah mulai bisa diidentifikasi khususnya di timur. Namun paras Bumi masih gelap sehingga membutuhkan pencahayaan tambahan guna mengenali benda-benda. Di langit, beberapa bintang terang dan planet masih terlihat. Meski demikian awal fajar nautikal juga dapat dikenali dimanapun sepanjang langit cerah. Umumnya awal fajar nautikal terjadi saat tinggi Matahari minus 12º dari ufuk timur.
Dan pada awal fajar astronomis, ufuk tak dapat diidentifikasi lagi dalam arah manapun. Langit demikian redup, melebihi awal fajar nautikal, sehingga jika kondisinya memungkinkan bintang paling redup yang bisa dilihat dengan mata telanjang (magnitudo semu +5 hingga +6) akan terlihat. Dan berbeda dengan awal fajar nautikal maupun sipil, awal fajar astronomis hanya bisa dikenali di tempat yang betul-betul terbebas dari gangguan polusi cahaya dengan kondisi langit yang cerah tanpa gangguan cahaya Bulan. Umumnya awal fajar astronomis terjadi saat tinggi Matahari minus 18º dari ufuk timur. [11]
Kesimpulan
Perspektif Tafsir dan Perpektif Astronomi saling mendukung dan saling menguatkan. Maka fajar shadiq sebagai petanda masuknya waktu subuh mengacu pada saat kedudukan matahari 20º dibawah horizon di timur Pendapat senada dikemukakan Pendapat lain mengatakan awal waktu shubuh dimulai ketika matahari berada 18º di bawah ufuk . Disinilah diperlukan ketajaman analisis dengan mempertimbangkan berbagai indikator. Problem pendefinitifan waktu subuh yang berbeda dikarenakan instrument, metode, interpretasi yang digunakan juga berbeda. Maka hasilnya juga berbeda. Masing-masing menghargai pendapat diantara dua pendapat karena ini persoalan ijtihadi.
Wallahu ‘alam bishawab .
[1] Ahmad Warson al-Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, Surabaya, Pustaka Progressif, 1997, hlm. 1035.
[2] Sahabuddin, Ensiklopedia Al-Qur’an Kajian Kosakata, Jakarta, Lentera Hati, 2007, hlm. 203.
[3] QS. Al-Baqarah: 187
[4]Abi Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thobari , Jaami’u al-Bayaan ‘An Takwiilu ayi AlQur’an, Bairut: Dar Al Fikr, t.th, hlm. 182-183.
[5] Tafsir al-Qurthubi, Dalam Software Maktabah Samilah, 2005 2/320.
[6] Abû Al-Qâsim Mahmûd bin Amrû bin Ahmad Al-Zamakhsyarî, Al-Kasysyâf, Maktabah Syamilah, t.th 1/339.
[7] Tafsir Abul Su’ud : 1/318
[8] Silsilah as-Shahihah, 2002; ia memiliki saksi hadits no. 693 dan 2031.
[9] https://www.eramuslim.com
[10] Muh. Ma’rufin Sudibyo, Badan Hisab dan Rukyat Daerah Kebumen, Kabupaten Kebumen (Jawa Tengah) dan anggota Badan Hisab dan Rukyat Kementerian Agama RI.
[11] Muh. Ma’rufin Sudibyo, Badan Hisab dan Rukyat Daerah Kebumen, Kabupaten Kebumen (Jawa Tengah) dan anggota Badan Hisab dan Rukyat Kementerian Agama RI.