Blog
Uswah Pengorbanan Sahabat yang Sangat Bersemangat demi Meniti Karir di Jalan Allah
- 14 August 2021
- Posted by: ADMIN IT
- Category: Mimbar Dosen
OLEH : SUDARMADI PUTRA, M.Ud
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surat At-Taubah ayat 100 :
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Artinya : “Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah Ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah Menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.”
Rasulullah shalallahu ‘alahi wa salam bersabda :
عن عبدالله بن مسعود رضي الله عنه : أن النبي صلي الله عليه وسلم : ” خير الناس قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم ” … صحيح البخاري ومسلم
Artinya :“Manusia terbaik adalah generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Abdullah ibn Umar ra., seorang sahabat utama yang banyak mengalami peristiwa besar hingga periode Bani Umayyah (wafat 73H). Beliau berpesan Kepada murid-muridnya dari generasi Tabi`in :
“ Barang siapa yang ingin mengambil contoh suri tauladan, hendaklah mengambil para tokoh yang telah meninggal dunia, sesungguhnya orang yang masih hidup kemungkinan masih bisa terkena fitnah, merekalah para sahabat Muhammad saw, merekalah sebaik- baik umat , yang paling bersih hatinya, ilmunya paling mendalam, paling sedikit takkalufnya / tdk bertele-tele. Allah telah memilih mereka untuk menjadi sahabat nabi-Nya, untuk menegakkan agama-Nya, maka carilah fadhilah mereka, ikutlah atsar mereka, pegang eratlah akhlak dan agama mereka, karena sesunguhnya mereka berada pada jalan yang lurus”
Menurut keterangan-keterangan di atas, baik dari Al-Qur’an, As-Sunnah maupun Atsar seorang Sahabat, menjadi petunjuk jalan bagi orang sesudahnya agar berkaca dan bercermin pada mereka khairu ummah.
Sungguh, belum pernah sejarah menyaksikan orang- orang yang membulatkan tekad dan kemauan mereka untuk mencapai tujuan yang demikian tinggi dan luhur, lalu membaktikan hidup mereka dengan menempuh cara yang demikian berani dan kesediaan berkurban sehingga mencapai keunggulan dan kesempurnaan.
Tadhhiyah ( pengorbanan ) yang begitu tinggi dan tak ada tandingannya sampai kapan pun. Mereka adalah ummatan wasathan yang lebih mencintai Allah dan Rasul di atas segala- galanya hingga harta dan diri mereka sendiri menjadi taruhannya demi meniti keridha-Nya.
Lihat, apa yang dilakukan Abu Bakar Shidiq untuk membela yang dicintainya yakni Rasulullah shalallahu ‘alahi wa salam dan dakwah. Saat situasi genting menjelang hijrah Rasulullah ke Madinah, Abu Bakar Shidiq tampil dengan segala pengorbanan untuk menyelamatkan dakwah. Ia pasang badan untuk menjadi tameng Rasulullah shalallahu ‘alahi wa salam dari segala kemungkinan buruk yang yang direncanakan oleh orang – orang kafir Quraisy, Ia korbankan pula hartanya. Bahkan ia kerahkan anggota keluarganya untuk turut berkontribusi bagi dakwah. Apa yang beliau lakukan itu sesuai dengan ungkapannya sendiri, “Hal yangqushud dinnu wa ana hayyun” yang artinya ‘Tidak boleh Islam berkurang sementara saya masih hidup’.
Contoh yang lain, Mush’ab bin Umair salah seorang di antara sahabat Nabi, sebelum masuk Islam dia adalah seorang pemuda yang ganteng dan tampan dan dari status terkemuka. Hidupnya penuh dengan kemewahan dan serba kecukupan, maka Ia menjadi buah bibir gadis- gadis Mekah. Tapi setelah dia memeluk Islam, Ia meninggalkan kemewahan dan kesenangan yang dialaminya selama itu, dan memilih hidup miskin dan sengsara. Pemuda ganteng dan parlente itu, kini telah menjadi seorang melarat dengan pakaiannya yang kasar dan usang, sehari makan dan beberapa hari menderita lapar. Tapi jiwanya yang telah dihiasi dengan Aqidah suci dan cemerlang berkat shibgah Nur Ilahi, telah merubah dirinya menjadi seorang manusia lain, yaitu manusia yang dihormati, penuh wibawa dan disegani sehingga oleh Rasulullah shalallahu ‘alahi wa salam dia menjadi duta pertama ke Madinah untuk mengajarkan seluk beluk Dien kepada orang – orang anshar yang telah beriman dan berbai’at kepada Rasulullah di bukit ‘Aqabah serta mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut Hijaratul Rasul shalallahu ‘alahi wa salam.
Kualitas Tadhhiyah para sahabat sangat tinggi sekali, bahkan motivasi belajar dan mengamalkan Islam cukup luar biasa, sebagaimana yang disampaikan Rasulullah shalallahu ‘alahi wa salam kepada seorang sahabat bernama Basyir Bin Al-Khashashiyyah berkata, “saya pernah mendatangi Nabi shalallahu ‘alahi wa salam untuk ber-bai’at kepada beliau. Beliau mensyaratkan kepadaku agar aku bersyahadat; bahwasannya tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bahwasannya Muhammad shalallahu ‘alahi wa salam adalah hamba dan rasul-Nya, menegakkan shalat, membayar zakat, berhaji dengan hajinya orang Islam, berpuasa di bulan Ramadhan, dan berjihad fi sabilillah ( di jalan Allah ).” Saya berkata, “wahai Rasulullah, ada dua hal yang saya tidak mampu melakukannya, yakni jihad dan sedekah( zakat ).” Rasulullah menggenggam tangannya kemudian menggerakkannya dan bersabda, “kamu tidak bersedia berjihad dan membayar zakat, lalu dengan apa kamu akan masuk surga? Wahai Rasulullah, kalau begitu saya berbai’at kepadamu atas semua itu, “saya berujar.( HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi )
Modal dasar pengorbanan adalah kekuatan Motivasi. Ia juga merupakan syarat mutlak bagi perjuangan untuk kebangkitan dan kejayaan umat. Allah tidak akan menurunkan kemenangan kepada bangsa yang bermental kalah. Surga pun hanya akan menjadi milik orang yang memiliki kekuatan motivasi sehingga ‘menjual dirinya’ agar dibeli Allah lalu diganti dengan surga-Nya.
Saat kaum Muslimin berhadapan dengan pasukan Quraisy dalam perang Badar, Rasulullah shalallahu ‘alahi wa salam mengatakan kepada para sahabat, “Bangkitlah kalian menuju surga yang luasanya seluas langit dan bumi”, Demi mendengar kalimat itu sahabat Nabi yang bernama Umair bergumam, “surga seluas langit dan bumi? Waw…… “Mendengar itu Rasulullah bertanya, “Apa yang membuatmu mengucapkan kata itu ?” Umair menjawab, “Tidak apa- apa, saya Cuma ingin termasuk penghuninya, Rasulullah menjawab, “Ya kamu termasuk penghuninya” Umair yang tengah memakan kurma pun lantas berkata, “Sungguh terlalu lama bila saya harus menunggu habisnya kurma ini”. Maka ia pun meletakkan kurma- kurma di tangannya lalu menyeruak masuk ketengah barisan musuh untuk bertarung hingga mati syahid (HR.Bukhari dan Muslim )
Dan masih banyak lagi pengorbanan para sahabat itu untuk Izzul Islam Wal Muslimin. Diantaranya yang cukup menarik adalah sahabat Nabi yang bernama Amr Ibnu Jamuh, Dia berkata dengan cacat pincangku ini, aku bertekad merebut surga. Karena permintaannya yang amat sangat, Nabi memberi izin untuk turut. Maka diambilnya alat-alat senjatanya dan dengan hati yang diliputi oleh rasa puas dan gembira. Ia berjalan berjingkat-jingkat, dan dengan suara beriba- iba ia mohon kepada Allah : “Ya Allah, berilah aku kesempatan untuk menemui syahid, dan janganlah aku dikembalikan kepada keluargaku. Maka ia pun menemuia kesyahidannya dalam perang Uhud. Allahu Akbar !
Lalu bagaimana dengan kita yang tampan, ganteng, sehat fisik dan jasmani, uang melimpah, referensi membanjiri perpustakaan-perpustakaan umum maupun pribadi, guru yang berkompeten dalam segala bidang, tranportasi dan komunikasi bertekhnologi yang begitu tinggi sehingga dengan keduanya memudahkan kita dalam banyak hal, namun apa sudah kita korbankan buat Islam agar kalaimatullah tegak ke segala penjuru dunia????
Berkata Imam Thohawi : “ Mencintai para sahabat termasuk bagian dari ajaran agama , Iman, dan Ihsan sedang membenci mereka termasuk bagian dari kekafiran , kenifakan dan perbuatan yang melampaui batas “ ( Syarh Thohawiyah ; 2/689 )
Kedudukan Para sahabat sangat istimewa, Sehingga Rasulullah saw. Melarang mencibir dan mencaci para sahabat, karena kesalehan dan kualitas amal para sahabat tersebut tidak dapat disetarakan dengan siapa pun juga,
عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال : قال النبي صلي الله عليه وسلم : ” ولا تسبوا أصحابي فلو أن أحدكم أنفق مثل جبل أحد ذهباً ما بلغ مد أحدهم ولا نصيفه صحيح البخاري ومسلم
ِArtinya :“Janganlah kalian mencaci sahabat-sahabatku. Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya seorang di antara kalian bersedekah dengan emas sebesar gunung Uhud, maka tidak akan setara dengan satu mudd atau setengahnya dari sedekah mereka”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Pengorbanan itu membuahkan kecintaan, tiada cinta tanpa pengorbanan, mereka para sahabat telah memberi contoh kepada kita semua, agar kita tetap bersemangat dan mulai masing- masing diri mengambil peran untuk kejayaan Islam Dan Umat Islam. Oleh karena itu siapapun kita, profesi apapun jua, dimanapun kita berada bertanggung jawab terhadap Islam dan Umat Islam.
Kualitas pengorbanan seseorang tidak diukur oleh semangat semata-mata namun juga oleh wafa tsabit ( kesetiaan yang tangguh ). Sejarah merekam orang-orang yang memiliki wafa tsabit itu bahkan dalam kondisi yang paling menyakitkan dalam hidupnya, seperti yang dialami Bilal bin Rabbah, Habib Bin Zaid, ‘Ammar Bin Yasir, ‘Ubadah Bin Shamit, Abdullah Ibnu Rawahah, Khubaib Bin ‘Adi, Abu Ayub Al-Anshari, Abdullah Bin Zubair dan masih banyak lagi yang mana jumlah mereka menurut catatan sejarah berjumlah 114 ribu orang para sahabat yang setia dan tangguh.
Pengorbanan generasi- generasi terdahulu telah tertorehkan. Atas izin Allah, dengan pengorbanan mereka dan keluhuran cita yang mereka bina dan tak ada taranya itu, maka kita akan dapat menangkap secara jelas sebab- sebab keluarbiasaan itu. Yaitu tiada lain dari cahaya yang menjadi ikutan dan pedoman mereka adalah Mahaguru yaitu Rasulullah shalallahu ‘alahi wa salam yang dibekali Allah secara lengkap dan sempurna sehingga hidup ini menjadi bernilai dan jalan yang akan dilalui akan terang benderang.
Referensi :
Al-Qur’anul karim beserta tafsirnya ( Jalalain dan Ibnu Abbas )
Hadits kutubu tis’ah berserta syarehnya( Imam Nawawi)
Kamus Arab dan Arab – Indonesia ( Lisanul Arab, Al-Munawwir, Mahmud Yunus)
Maktabah Syamilah
Rijalu Haula Rasul, Khalid Muhammad KhalidAl-Iman, Abdul Majid Az-Zindani
Majalah Hadila