Blog
KARAKTERISTIK PEMIMPIN IDAMAN ( Tafsir QS. As-Sajdah: 23-25)
- 6 March 2021
- Posted by: ADMIN IT
- Category: Mimbar Dosen
Oleh : Sudarmadi Putra, M.Ud
Kata a’immah bentuk jamak dari imam. Disebut dua belas kali di dalam Al-Qur’an tersebar dalam sebelas surah delapan surah makiyah dan tiga surah madaniyah. Diantaranya surah As-Sajdah ayat 23-25, Allah SWT berfirman :
وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ فَلَا تَكُنْ فِي مِرْيَةٍ مِنْ لِقَائِهِ وَجَعَلْنَاهُ هُدًى لِبَنِي إِسْرَائِيلَ (23) وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ (24) إِنَّ رَبَّكَ هُوَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ (25)
Artinya : Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat), maka janganlah kamu (Muhammad) ragu-ragu untuk bertemu dengannya (Musa) dan Kami jadikan Al-Kitab (Taurat) itu petunjuk bagi Bani Israil. Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang memberikan keputusan di antara mereka pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka perselisihkan padanya.
Di dalam ayat di atas yang menunjukkan kata pemimpin adalah kata a’immah bentuk jamak dari imam. Ibnu Katsir menafsirkan :
قال قتادة وسفيان: لما صبروا عن الدنيا: وكذلك قال الحسن بن صالح. قال سفيان: هكذا كان هؤلاء، ولا ينبغي للرجل أن يكون إماما يُقتَدى به حتى يتحامى عن الدنيا
Artinya : Qatadah dan Sufyan mengatakan bahwa hal itu terjadi setelah mereka bersabar dalam menjauhi keduniawian. Hal yang sama dikatakan oleh Al-Hasan ibnu Saleh. Sufyan mengatakan bahwa demikianlah keadaan mereka, dan tidaklah patut bagi seorang lelaki menjadi pemimpin yang dianuti sebelum ia menjauhi keduniawian.
Menurut Ibnu Manzhur di dalam Lisanul Arab, kata Imam mempunyai beberapa arti. Diantaranya ; (a) setiap orang yang diikuti oleh suatu kaum, baik menuju jalan yang lurus maupun untuk menuju jalan yang sesat, (b) kitab, nabi, syara, serta buku catatan amal perbuatan manusia yang telah dihitung, (c) contoh dan teladan, (d) potongan kayu yang digunakan tukang bangunan untuk meratakan bangunannya. Dikuatkan Ibnu Faris bahwa kata imam juga mengandung arti benang yang dibentangkan di atas bangunan untuk dibangun dan guna menyamakan bangunan tersebut. Dalam kitab Maqayisul Lughoh karya Ahmad bin Faris juga mengatakan setiap orang yang diikuti jejaknya dan didahulukan urusannya, sama halnya dengan khalifah ; imam rakyat.
Dengan demikian bahwa imam bisa diartikan sebagai pemimpin, yang mana keberadaannya yang diikuti oleh suatu kaum, ia menjadi teladan dan contoh. Sebagai panutan. baik menuju jalan yang lurus maupun untuk menuju jalan yang sesat. Pemimpin bisa menghantarkan rakyatnya menuju jalan Al-haq dan juga menjerumuskan rakyatnya menuju jalan bathil. Lalu bagaimana kriteria pemimpin yang menghantar rakyat dan kaumnya menuju gerbang keselamatan dan kebahagian. Sehingga terciptanya baldatun thayibatun warabun ghafur. Keberkahan akan menyelimutinya, bi’ahnya menjadi hasanah, seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an surah Al-A’araf ayat 96 :
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
Artinya : Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.
Berpijak dengan Ayat dan tafsir diatas, dapat diketahui bahwa karekteristik seorang pemimpin yang diidamkan oleh kaumnya, diantaranya :
1) Pemimpin yang memiliki kapabilitas dan wawasan yang luas serta memiliki fisik yang kuat lagi bagus. Tersirat dalam hal ini adalah sosok Nabi dan Rasul-Nya Musa ‘alaihissalam yang telah diberi Al-Kitab, yakni kitab Taurat. Sampai-sampai nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dipertemukan dengan Nabi Musa ‘alaihissalam Menurut Qatadah maksudnya perjumpaan dengan Musa di malam beliau di-isra-kan. Kemudian diriwayatkan dari Abul Aliyah Ar-Rayyahi yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku saudara sepupu Nabi kalian, yaitu Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
أُريتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي مُوسَى بْنَ عِمْرَانَ، رَجُلًا آدَمَ طُوَالا جَعْدًا، كَأَنَّهُ مِنْ رِجَالِ شَنُوءة. وَرَأَيْتُ عِيسَى رَجُلًا مَرْبُوعَ الْخَلْقِ، إِلَى الْحُمْرَةِ وَالْبَيَاضِ، مُبْسَطَ الرَّأْسِ، وَرَأَيْتُ مَالِكًا خَازِنَ النَّارِ وَالدَّجَّالَ، فِي آيَاتٍ أَرَاهُنَّ اللَّهُ إِيَّاهُ”
Diperlihatkan kepadaku di malam isra-ku Musa ibnu Imran, seorang lelaki yang berkulit hitam manis, bertubuh tinggi, berambut keriting, seakan-akan seperti seseorang dari kabilah Syanu ‘ah. Dan aku melihat Isa, seorang lelaki yang berperawakan sedang, berkulit putih kemerah-merahan, berambut ikal. Dan aku melihat Malaikat Malik penjaga neraka, juga Dajjal.
Kenapa Nabi Musa bukan yang lain ? Dr. Utsman al-Khamis, dalam kitabnya, “Fabi Hudaahum Iqtadih” menyebutkan bahwa Nama Musa disebutkan 136 kali dalam al-Quran. Jumlah ini jauh lebih banyak daripada nama Nabi Isa yang disebut dua puluh lima kali dan Nabi Nuh sebanyak 43 kali. Sedangkan Nabi Muhammad sendiri hanya disebut empat kali saja. Lalu apa rahasia dibalik ini semua? Mengapa kisah Nabi Musa lebih banyak disebutkan daripada rasul-rasul yang lain?
Dalam kitab Majmu’ Fatawa, 9/12, Ibnu Taimiyah menyebutkan, “Kisah Musa bersama Fir’aun disebutkan berulang kali dalam al-Quran karena keduanya simbol dari kebenaran dan kebatilan. Fir’aun berdiri di atas puncak kekufuran dan kebatilan karena mengingkari Allah dan rasul-Nya. Sedangkan Nabi Musa menjadi sosok yang berada di atas puncak keimanan dan kebenaran. Di mana beliau adalah rasul yang menerima risalah secara sempurna serta berbicara langsung dengan Allah tanpa pembatas. Sehingga kisah ini menjadi pelajaran terbesar bagi ahlu iman dan ahlu kufur,”
Syaikhul Islam dalam karyanya as-Siyasah as-Syar’iyah tentang kriteria pemimpin yang kuat. Beliau berkata :
وينبغي أن يعرف الأصلح في كل منصب فإن الولاية لها ركنان : القوة والأمانة
Artinya : “”Selayaknya untuk diketahui siapakah orang yang paling layak untuk posisi setiap jabatan. Karena kepemimpinan yang ideal, itu memilikidua sifat dasar: kuat (mampu) dan amanah.” Kemudian beliau menyitir beberapa firman Allah :
إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
Artinya : “Sesungguhnya manusia terbaik yang anda tunjuk untuk bekerja adalah orang yang kuat dan amanah.” (QS. Al-Qashas: 26).
2) Pemimpin yang tidak Mementingkan Diri Sendiri dan tidak Mengutamakan Kenikmatan Dunia. Sufyan mengatakan bahwa demikianlah keadaan mereka, dan tidaklah patut bagi seorang lelaki menjadi pemimpin yang dianuti sebelum ia menjauhi keduniawian. Pemimpin itu adalah khadim (pelayan). Dia harus melayani rakyat dengan sepenuh hati. Mendahulukan kepentingan rakyat ketimbang kepentingan diri dan keluarganya (itsar). Amaliyahnya senantiasa berjasa kepada rakyatnya, memudahkan tanpa harus mempersulit, tidak sombong, tidak menerima hadiah (Untuk kepentingan/balasan), tidak menggelapkan harta/uang rakyat (Negara), memakmurkan rakyatnya, tidak mengikuti hawa nafsu serta mengutamakan rakyatnya untuk kepentingan akhiratnya di atas kepentingan dunia. Sebagaimana sosok nabi Musa as, Al-Quran juga menyebutkan bahwa beliau adalah sosok Rasul yang selalu menepati janji dengan manusia, yakin dengan segala ketetapan Allah, tawadhu’, amanah dan memiliki hati yang lapang. Sebagaimana dalam salah satu permohonannya kepada Allah Ta’ala:
قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي
Artinya : Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku”
3) Pemimpin yang memiliki sifat yang sabar, memimpin itu berat dan penuh rintangan. Bahkan hampir-hampir tidak ada waktu untuk bisa berleha-leha. Keluhan dan perselisihan antar rakyatnya pasti akan dialaminya. Bahkan ada yang tidak sungkan mengincarnya untuk bisa merusak karekternya dan bila perlu membunuhnya, maka diperlukan sifat yang super sabar. Karena akan selalu sibuk dan memikirkan urusan rakyatnya (kaum muslimin), menjaga harta milik mereka, meninggikan panji mereka, mengokohkan negara mereka, dan melebarkan sayap islam di muka bumi sehingga tidak menjadi fitnah dan agama hanya milik Allah. Seperti halnya Nabi Musa telah berhasil melewati ujian dengan sifat sabarnya yang tinggi. Ketika harus menghadapi kekejaman Fir’aun, di saat yang sama Nabi Musa juga harus bersabar atas perlakuan Bani Israil terhadap dirinya. Beliau dituduh dan dihina oleh kaumnya itu memiliki cacat dan penyakit yang menjijikkan di tubuhnya, juga pernah dituduh berzina, penyihir dan sebagainya. Namun semua itu beliau lalui dengan bersabar dan menyerahkan urusannya kepada Allah semata. Karena banyaknya cobaan tersebut, beliau digolongkan termasuk salah di antara Ulul Azmi (rasul pilihan yang memiliki keteguhan hati dan ketabahan yang luar biasa).
Demikian untuk memunculkan sosok pemimpin yang diidamkan.
Wallahu a’lamu bish shawab