Blog
PEMIMPIN KELUARGA SAKINAH
- 2 Maret 2021
- Posted by: ADMIN IT
- Category: Mimbar Dosen

Oleh : Sudarmadi Putra, M.Ud
Allah subhaanahu wa ta’aalaa menganugerahkan hak istimewa sekaligus tugas mulia kepada kaum laki-laki untuk memimpin bahtera keluarga. Dipundak para suamilah yang memegang kendali kepemimpinan komunitas kecil itu agar tetap baik.
Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman dalam surah An-Nisaa ayat 34 :
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
Artinya : “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah Melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya.
Ayat ini membicarakan secara lebih konkret fungsi dan kewajiban masing-masing dalam kehidupan. Laki-laki atau suami itu adalah pelindung bagi perempuan atau istri, karena Allah subhaanahu wa ta’aalaa telah melebihkan sebagian mereka, karena suami secara khusus telah memberikan nafkah, apakah itu dalam bentuk mahar ataupun serta biaya hidup rumah tangga sehari-hari dari hartanya sendiri.
Ibnu Katsir menjelaskan :
أي: الرجل قَيّم على المرأة، أي هو رئيسها وكبيرها والحاكم عليها ومؤدبها إذا اعوجَّت { بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ } أي: لأن الرجال أفضل من النساء والرجل خير من المرأة؛ ولهذَا كانت النبوة مختصة بالرجال وكذلك المُلْك الأعظم
Artinya : Dengan kata lain, lelaki itu adalah pengurus wanita, yakni pemimpinnya, kepalanya, yang menguasai, dan yang mendidiknya jika menyimpang. Yakni karena kaum laki-laki lebih afdal daripada kaum wanita, seorang lelaki lebih baik daripada seorang wanita, karena itulah maka nubuwwah (kenabian) hanya khusus bagi kaum laki-laki. Demikian pula seorang raja.
Namun, ungkap Rauf Syalabi dalam ad-Da’wah al-Islamiyyah fi ‘Ahdiha al-Madani, kepemimpinan para suami bukan tipe otoriter ( sekehendak hatinya sendiri ), melainkan yang bertanggung jawab demi menyempurnakan kehidupan keluarga. Kalau laki-laki tidak lagi memegang kendali kepemimpinan dalam rumah tangganya, niscaya akan terjadi keguncangan dan kehancuran hidup berkeluarga.
Menurut Sayyid Qutub dalam Fi zilal a-Qur’an, Keluarga merupakan mesin inkubator ( alat atau tempat yag mendukung pertumbuhan sesuatu ) bersifat alamiah yang berfungsi melindungi, memelihara dan mengembangkan jasmani dan akal anak-anak yang sedang tumbuh. Di bawah naungan keluarga, rasa cinta, kasih sayag dan solidaritas saling berpadu. Dalam lembaga keluargalah, individu manusia akan membangun perwatakanya yang khas seumur hidup, sekaligus menyiapkan diri untuk interaksi ( bergaul ) dengan dunia luar dan anggota masyarakat yang lain.
Kepemimpinan dan pemimpin rumah tangga yang sukses dan terbaik adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam , hendaklah seluruh suami di seluruh dunia dan dimanapun mereka berada, meneladani suri tauladan terbaik ini, sebagaimana sabdanya :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
Artinya : dari Aisyah dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap isterinya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap isteriku, ( HR. Tirmidzi )
Dalam hadis yang lain :
أَلَا إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ خَلَقَ خَلْقَهُ فَجَعَلَنِي مِنْ خَيْرِ خَلْقِهِ ثُمَّ فَرَّقَهُمْ فِرْقَتَيْنِ فَجَعَلَنِي مِنْ خَيْرِ الْفِرْقَتَيْنِ ثُمَّ جَعَلَهُمْ قَبَائِلَ فَجَعَلَنِي مِنْ خَيْرِهِمْ قَبِيلَةً ثُمَّ جَعَلَهُمْ بُيُوتًا فَجَعَلَنِي مِنْ خَيْرِهِمْ بَيْتًا وَأَنَا خَيْرُكُمْ بَيْتًا وَخَيْرُكُمْ نَفْسًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya : Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla telah menciptakan makhluk-Nya, lalu Dia menjadikan aku sebaik-baik makhluk-Nya. Kemudian Dia memisahkan mereka menjadi dua kelompok, dan Dia menjadikan aku sebaik-baik orang dari kedua kelompok itu. Setelah itu Allah menjadikan mereka beberapa kabilah, dan Dia menjadikan aku sebaik-baik kabilah dari kabilah-kabilah tersebut. Kemudian Allah menjadikan untuk mereka rumah-rumah, dan Dia menjadikan untukku sebaik-baik rumah di antara rumah-rumah mereka. Maka aku adalah orang yang rumah dan jiwanya paling baik di antara kalian, shallallahu ‘alaihi wasallam.”
Betapa banyak hadist yang senada menjelaskan akan keutamaan berbaik terhadap keluarga. Keluarga yang meliputi terdiri dari suami istri dan anak-anak jika Allah mengkaruniakannya. Diantaranya adalah orang yang mampu berbuat baik terhadap keluarganya menunjukan tentang kesempurnaan akhlak seseorang dan paling dekat dengan Rasulullah SAW kedudukannya di surga pada hari kiamat.
Seorang ayah dan ibu yang beriman akan memahami kedudukannya di hadapan anak. Seorang anak yang beriman juga aka mengetahui bagaimana semestinya memperlakukan orang tuanya.
Seorang Suami harus mampu membawa keluarganya kearah yang menghantarkan keluarga ke surga bukan ke neraka. Sebagaimana firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa dalam surah at-Tahriim ayat 6 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”
Pembenahan individu dan keluarga merupakan sumber kekuatan sekaligus fondasi kehidupan masyarakat.
Menurut Yusuf Qaradawi dalam khasa’is al-Ammah li al-Islam, setiap individu ibarat sebongkah batu bata yang berfungsi ( secara bersama-sama) untuk mewujudkan sebuah bangunan, yang dalam hal ini adalah keluarga dan masyarakat.
Begitulah seharusnya sosok suami yang punya visi dan misi. Memiliki wawasan ilmu yang luas dan memiliki visi yang jauh kedepan, bukan hanya jangka pendek dan menengah tetapi hingga jangka yang cukup panjang hingga akhirat yang bisa selamat dari siksaan yang berat oleh para malaikat. Dengan ilmu yang dimiliki dan keteladan yang cukup seorang suami dapat berlaku adil dengan tepat dan benar dalam membina keluarganya.
Tetapi sebaliknya jika seorang suami tidak memiliki visi dan misi serta keteladan yang baik dalam membina keluraganya, maka kehancuran dan broken home akan menjadi realita yang tidak dapat dihindari.
Imam Syaukani dalam kitab Nailul Authar menjelaskan :
و كثير من الناس اللأسف الشديد يحسن الخلق مع الناس و لكنه لا يحسن الخلق مع أهله
betapa banyak seorang suami bersikap lemah lembut dan santun kepada orang lain jika diluar rumah, namun sebaliknya, betapa buruknya perilakunya terhadap istri dan anaknya jika di dalam rumah.
Harus diakui bahwa kondisi kehidupan keluarga sebelum kedatangan islam dipenuhi dengan noda penyimpangan. Saat itu orangtua tidak diperlakukan sebagaimana mestinya, Menjadi gejala yang sangat mudah dijumpai dimana-mana.
Realita saat ini, kenapa runtuhnya moral dan akhlaq keluarga, baik pada seorang suami, istri dan anak, karena salah satu sebabnya adalah calon suami maupun suami tanpa memiliki visi dan misi dalam membina anggota keluarganya, karena bermodal cinta yang sudah melekat tanpa tahu syariat lalu nekat hingga akhirnya terjerumus kedalam perbuatan maksiat hingga lahirlah generasi-generasi yang bejat. Begitulah do’a nabi Nuh yang memohon kepada Allah SWT agar tidak menyisakan orang-orang kafir di muka bumi ini, sebagaimana firman Allah dalam surah Nuh ayat 26 sampai 27 :
وَقَالَ نُوحٌ رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا (26) إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا
Artinya : Dan Nuh berkata, “Ya Rabb-ku, janganlah Engkau Biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau Biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka hanya akan melahirkan anak-anak yang jahat dan tidak tahu bersyukur.
Lalu datanglah Islam dengan membawa prinsip-prinsip yang luhur dan nasihat-nasihat yang baik. Islam akhirnya menyelamatkan kehidupan keluarga, melambungknya kepuncak kemuliannya.
Bagi para suami yang menjadi pemimpin, banyak-banyaklah bermunajat dan berdo’a kepada Allah SWT sebagaimana do’a yang diajarkan-Nya dalam surah al-Furqan ayat 74
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Artinya : Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
Semoga Allah SWT memberikan kemudahan dan bimbingan-Nya bagi para orang tua dalam menjalankan kehidupan ini, seperti kehidupan keluarga imron sehingga lahirlah generasi-gererasi seperti Muhammad Al-fatih yang mampu menaklukan konstantinopel terlahir kembali.
Wallahu a’lamu bish shawab
Penulis : Oleh : Sudarmadi Putra, M.Ud
