Blog
Oleh : Sudarmadi Putra, M.Ud
Fanatik disebut dengan istilah syariat dengan العَصَبِيَّةُ (‘ashabiyah) dan التَّعَصُّبُ (ta’ashshub). Artinya mereka memihak sikap fanatik terhadap suatu golongan dengan mengajak orang lain agar membela golongannya dan bergabung bersamanya dalam rangka memusuhi lawannya baik dalam kondisi terzalimi atau menzalimi. (Lihat Lisanul ‘Arab).
Ta’ashub tidak hanya terbatas pada golongan saja. Terkadang juga terjadi terhadap mazhab, tokoh, kabilah/suku, ataupun yang lainnya. Dan ini merupakan penyakit umat saat ini. Bermula dari taklid secara membabi-buta tanpa memperhatikan nilai-nilai kebenaran yang ada, dan dasar- dasar ilmu. Kebodohan dan hawa nafsu menjadikan Mereka puas dengan prinsipnya sebagaimana yang difirmankan Allah :
إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَىٰ أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَىٰ آثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ
“Artinya : Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka.” [Az-Zukhruf/47 : 23]
Padahal Allah subhaanahu wa ta’aalaa sudah mengingatkan, jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ
Artinya : “Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan.” ( QS. Al-An’am: 116 )
Dalam kitab Tafsir at-Thobari dijelaskan mengenai ayat di atas sebagai berikut :
قال أبو جعفر: يقول تعالى ذكره لنبيه محمد صلى الله عليه وسلم: لا تطع هؤلاء العادلين بالله الأنداد، يا محمد، فيما دعوك إليه من أكل ما ذبحوا لآلهتهم، وأهلُّوا به لغير ربهم، وأشكالَهم من أهل الزيغ والضلال، فإنك إن تطع أكثر من في الأرض يضلوك عن دين الله، ومحجة الحق والصواب، فيصدُّوك عن ذلك
Artinya : Imam Abu Ja’far at-Thobari rahimahullah berkata: “Allah azza wa jalla menjelaskan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam: Wahai Muhammad, janganlah kamu taat kepada orang yang berpaling dari agama Allah, karena mereka mengajak kamu mengikuti sesembahan mereka. Jangan kamu taati mereka ketika mengajak kamu agar makan sesembelihan yang disajikan untuk tuhan-tuhan mereka, dan yang disembelih dengan menyebut nama tuhan mereka, dan jangan kamu taati perbuatan mereka yang tersesat. Jika kamu taat kepada umumnya manusia di permukaan bumi ini, pasti mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah yang benar dan menghalangi kamu dari yang benar juga.
Syaikh Abdurrohman as-Sa’di rahimahullah berkata: “Ayat ini menjelaskan bahwa kebenaran itu bukan karena banyak pendukungnya, dan kebathilan itu bukan karena orang yang mengerjakannya sedikit. Kenyataannya yang mengikuti kebenaran hanya sedikit, sedangkan yang mengikuti kemungkaran banyak sekali. Kewajiban bagi umat Islam adalah mengetahui yang benar dan bathil, lihatlah jalan yang ditempuh.” [Tafsir al-Karimur Rohman: 1/270]
Senada dengan Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata:
عليك بطريق الحق ولا تستوحش لقلة السالكين و إياك و طريق الباطل ولا تغتر بكثرة الهالكين
Artinya : Ikutilah jalan-jalan petunjuk dan tidak akan merugikanmu meskipun sedikit orang yang menempuhnya. Sebaliknya jauhilah jalan-jalan kesesatan dan jangan tertipu dengan banyaknya orang-orang yang celaka di dalamnya ( Al-I’tisham 1/ 112 )
Betapa banyak orang yang dalam beragama hanya taqlid buta kepada tokoh-tokoh yang diidolakan, entah disebut kiai, ajengan, habib, cendikiawan, ustadz, rois, syaikh, dsb. Mereka menjalani hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam dengan dalih sekedar berprasangka bahwa tokoh-tokoh mereka itu tidak akan salah, tidak akan keliru dan tidak akan berdusta. Hanya karena kedangkalan ilmu agama maka manusia banyak tertipu oleh kelompok mayoritas, padahal jika manusia mengetahui tabiat manusia yang jelek pasti mereka menyesal mengikuti mereka.
Sebagaimana Firman Allah :
قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ كَبِيرٍ (9) وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ ( 10)
Mereka menjawab, “Benar, sungguh, seorang pemberi peringatan telah datang kepada kami, tetapi kami mendustakan(nya) dan kami katakan, “Allah tidak menurunkan sesuatu apa pun, kamu sebenarnya di dalam kesesatan yang besar. Dan mereka (penghuni neraka) itu berkata, andaikan kami dulu mau mendengar dan mau berpikir, maka kami tidak akan menjadi penghuni neraka Sa’ir.” (QS al-Mulk: 9- 10).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mengingatkan tentang bahaya dan ancaman bagi siapa saja yang berta’ashub pada kelompoknya :
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ غَيْلَانَ بْنِ جَرِيرٍ عَنْ زِيَادِ بْنِ رِيَاحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ وَخَرَجَ مِنْ الطَّاعَةِ فَمَاتَ فَمِيتَتُهُ جَاهِلِيَّةٌ وَمَنْ خَرَجَ عَلَى أُمَّتِي بِسَيْفِهِ يَضْرِبُ بَرَّهَا وَفَاجِرَهَا لَا يُحَاشِي مُؤْمِنًا لِإِيمَانِهِ وَلَا يَفِي لِذِي عَهْدٍ بِعَهْدِهِ فَلَيْسَ مِنْ أُمَّتِي وَمَنْ قُتِلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَغْضَبُ لِلْعَصَبِيَّةِ أَوْ يُقَاتِلُ لِلْعَصَبِيَّةِ أَوْ يَدْعُو إِلَى الْعَصَبِيَّةِ فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dari Ayyub dari Ghoilan bin Jarir dari Ziyad bin Riyah dari Abu Hurairah, dia berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Bersabda: “Barangsiapa memisahkan diri dari jama’ah dan keluar dari ketaatan lalu mati maka matinya adalah seperti orang jahilliyah. Dan barangsiapa memberantak umatku, membunuh yang baik dan yang fajir, tidak peduli dengan yang mukmin serta tidak melindungi orang yang berada di bawah perjanjian maka dia bukan dari umatku. Dan barangsiapa berperang di bawah bendera yang tidak jelas (selain bendera Islam), marah karena golongan, berperang karena fanatik golongan dan menyeru kepada golongan, maka kematiannya seperti mati dalam jahiliyah.” (HR.Ahmad )
Dikuatkan dengan hadis lain yang diriwayatkan abu Daud :
حَدَّثَنَا مُحْمُودُ بْنُ خَالِدٍ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا الْفِرْيَابِيُّ حَدَّثَنَا سَلَمَةُ بْنُ بِشْرٍ الدِّمَشْقِيُّ عَنْ بِنْتِ وَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ أَنَّهَا سَمِعَتْ أَبَاهَا يَقُولُ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْعَصَبِيَّةُ قَالَ أَنْ تُعِينَ قَوْمَكَ عَلَى الظُّلْمِ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Khalid Ad Dimasyqi berkata, telah menceritakan kepada kami Al Firyabi berkata, telah menceritakan kepada kami Salamah bin Bisyr Ad Dimasyqi dari Bintu Watsilah Ibnul Asqa’ Bahwasanya ia pernah mendengar Bapaknya berkata, “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, Ashabiyah (fanatik kesukuan) itu apa?” beliau menjawab: “Engkau tolong kaummu dalam kezhaliman.”
Sikap seseorang untuk membela Tokoh yang diidolakannya, dikagumi, dicintai bahkan ditiru dan ikuti dari segala sifat dan perilakunya tidak peduli lagi mereka itu zalim maupun tidak, salah atau melanggar batasan-batasan syariat, dari siapapun yang menyerang mereka. Lalu mereka membela mati-matian bahkan berbangga dalam kesalahan. Sikap seperti itulah yang dilarang. Dan itulah yang dinamakan dengan ashabiyah yang sebenarnya.. Kebenaran tidak bersama abu thalib walaupun dia adalah kerabat Rasulullah Shallahullahu ‘alahi wasalam Kebenaran tidak bersama dengan kebatilan dan kezaliman.
Ketahuilah bahwa munculnya ashabiyah ( Fanatik ) ini karena tingginya rasa kesombongan dan kejahilan pada diri mereka dengan merasa lebih dari selain mereka. Sehingga menjadilah ia sebagai penghalang bagi mereka untuk menerima kebenaran dari pihak lain.
Sebagaimana Allah berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 104 :
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
Artinya : Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah (mengikuti) apa yang Diturunkan Allah dan (mengikuti) Rasul.” Mereka menjawab, “Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati nenek moyang kami (mengerjakannya).” Apakah (mereka akan mengikuti) juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?
Sebagai penutup mari kita perhatikan nasehat dari Salafus saleh, Abdullah ibn Umar ra., seorang sahabat utama yang banyak mengalami peristiwa besar hingga periode Bani Umayyah (wafat 73H). Beliau berpesan Kepada murid-muridnya dari generasi Tabi`in :
“ Barang siapa yang ingin mengambil contoh suri tauladan, hendaklah mengambil para tokoh yang telah meninggal dunia, sesungguhnya orang yang masih hidup kemungkinan masih bisa terkena fitnah, merekalah para sahabat Muhammad saw, merekalah sebaik- baik umat , yang paling bersih hatinya, ilmunya paling mendalam, paling sedikit takkalufnya / tdk bertele-tele. Allah telah memilih mereka untuk menjadi sahabat nabi-Nya, untuk menegakkan agama-Nya, maka carilah fadhilah mereka, ikutlah atsar mereka, pegang eratlah akhlak dan agama mereka, karena sesunguhnya mereka berada pada jalan yang lurus”
Wallahu a’lamu bish shawab
Penulis : Oleh : Sudarmadi Putra, M.Ud