Blog
BENCANA ALAM DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
- 2 Maret 2021
- Posted by: ADMIN IT
- Category: Mimbar Dosen

Oleh : Sudarmadi Putra, M.Ud
Berbagai bencana alam hampir setiap hari terjadi, baik yang terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri. Diantaranya, seperti: gunung meletus, longsor, gempa bumi, banjir besar, tsunami, berbagai penyakit yang mewabah, angin topan dan badai, seakan telah menjadi tontonan biasa. Kalau kita mentadabburkan ayat-ayat Al-Qur’an terkait bencana alam yang menimpa berbagai umat sebelum kita, sejak zaman nabi Nuh, Ibrahim, Luth, Syu’aib, Sholeh, Musa dan sebagainya. Maka ada beberapa term yang biasa di-indentifikasi sebagai bentuk-bentuk bencana alam yang pernah menimpa umat-umat masa lalu, diantaranya adalah :
1. Rajfah ( الرجفة )
Sebagaimana dalam firman Allah berikut ini :
فَأَخَذَتْهُمُ الرَّجْفَةُ فَأَصْبَحُوا فِي دَارِهِمْ جَاثِمِينَ
Artinya : lalu datanglah gempa menimpa mereka, dan merekapun mati bergelimpangan di dalam reruntuhan rumah mereka (QS Al-‘Araf : 78 )
Ayat ini berkenaan dengan kaum shaleh, tsamud. Rajfah adalah sebuah goncangan hebat ( الإضطراب الشديد ). Ada juga yang mengidentifikasikan bahwa rajfah dengan shaihah ( الصيحة ) yaitu suara keras yang membuat bumi berguncang. Dari sinilah, kata rajfah ada yang mengartikan “gunung meletus sampai keluar lahar “sehingga menimbulkan gempa.
2. Sha’iqah ( صعقة )
Sebagaimana dalam firman Allah berikut ini :
وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْنَاهُمْ فَاسْتَحَبُّوا الْعَمَى عَلَى الْهُدَى فَأَخَذَتْهُمْ صَاعِقَةُ الْعَذَابِ الْهُونِ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Artinya : dan adapun kaum tsamud, mereka telah kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai kebutaan ( kesesatan ) daripada petunjuk itu, maka mereka disambar petir sebagai azab yang menghinakan disebabkan apa yang mereka kerjakan. ( QS. Fushilat : 17 )
Term sha’iqah asal maknanya adalah الهدة الكبيرة (suara yang keras). Menurut ahli bahasa term sha’iqah mengandung tiga makna, pertama, الموت ( kematian), terdapat surah az-Zumar : 68, kedua, العذاب ( siksa atau hukuman) terdapat pada surah An-Nisaa ayat 153, dan yang ketiga, النار ( api ) pada surah ar-Ra’du ayat 13. Ada juga yang memahami sha’iqah sebagai bentuk suara yang keluar dari gumpalan mendung yang mengandung air yang memancarkan api sehingga menhancurkan apa saja yang ditimpanya. Dari sini, kata sha’iqah dimaknai sebagai petir atau kilat yang mengeluarkan suara yang sangat dahsyat.
3. Shaihah ( الصيحة )
Sebagaimana dalam firman Allah berikut ini :
وَأَخَذَ الَّذِينَ ظَلَمُوا الصَّيْحَةُ فَأَصْبَحُوا فِي دِيَارِهِمْ جَاثِمِينَ
Artinya : kemudian suara yang mengguntur orag-orang zalim itu, sehingga mereka mati bergelimpangan di rumahnya. ( QS. Hud : 67)
Pada ayat yang lain :
وَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا نَجَّيْنَا شُعَيْبًا وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ بِرَحْمَةٍ مِنَّا وَأَخَذَتِ الَّذِينَ ظَلَمُوا الصَّيْحَةُ فَأَصْبَحُوا فِي دِيَارِهِمْ جَاثِمِينَ
Artinya : maka ketika keputusan kami datang, kami selamatkan syu’aib dan orang-orang yang beriman bersamanya rahmat kami. Sedang orang zalim dibinasakan oleh suara yang mengguntur, sehingga mereka mati bergelimpangan dirumahnya. ( QS. Hud : 94 )
Kata shaihah pada mulanya berarti suara yang sangat keras (teriakan). Sehingga, kata shaihah bisa diartikan dengan petir atau guntur yang sangat keras dan dahsyat sampai memekakkan telinga, yang sekaligus mematikan.
4. Zalzalah ( زلزلة )
Sebagaimana dalam firman Allah berikut ini :
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا
Artinya : Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat (QS. Zalzalah : 1)
Term zalzalah atau zilzal berasal dari zalla yang mulanya berarti استرسا ل الرجل من غير قصد ( kaki tergelincir ). Kemudian mendapat tambahan huruf menjadi zalzala yang berarti الإضطراب (goncangan). Sebab, ketika bumi diguncang, seseorang akan membayangkan seperti ia keluar dari tempat berpijaknnya. Dari sini kata zalzal bias diartikan dengan gempa.
5. Bumi terbalik
Sebagaimana dalam firman Allah berikut ini :
فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ
Artinya : maka ketika keputusan kami datang, kami menjungkirbalikkan negeri kaum luth, dan kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang terbakar. ( QS. Hud : 82 )
Terkait penafsiran tentang bumi terbalik pada ayat ini, para ulama berbeda pendapat, terutama antara mufasir klasik dan kontemporer. Misalnya antara at-Thabari dan Muhammad Abduh. Menurut at-Thabari, bumi kaum Nabi Luth benar-benar dibalik. Sementara menurut Abduh, bumi terbalik disini skenarionya hampir mirip seperti tsunami. Argumentasinya daerah tersebut masih ada sampai sekarang, meskipun hanya bekas-bekasnya. Terlepas dari perbedaan pendapat ulama tentang peristiwa alam yang menimpa kaum Nabi Luth ini, namun yang pasti peristiwa itu adalah sebuah bencana alam yang super dahsyat.
6. Banjir dan Hama
Sebagaimana dalam firman Allah berikut ini :
فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمُ الطُّوفَانَ وَالْجَرَادَ وَالْقُمَّلَ وَالضَّفَادِعَ وَالدَّمَ آيَاتٍ مُفَصَّلَاتٍ فَاسْتَكْبَرُوا وَكَانُوا قَوْمًا مُجْرِمِينَ
Artinya : maka kami kirimkan kepada mereka thupan, belalang, kutu, katak, dan darah ( air minum berubah menjadi darah) sebagai bukti-bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa. ( QS. Al-‘Araf : 133).
Yang dimaksud thufan adalah hujan yang sangat lebat dan lama sehingga merusak perkebunan, sawah dan ladang. Ada juga yang memahami thufan adalah banjir lumpur yang datang dari beberapa arah sehingga menutupi atau mencapai tempat-tempat yang tinggi. Sementara jarad adalah semacam belalang yang menyerang sawah, ladang dan tanam-tanaman, memakan biji-bijian, sehingga menjadi gagal panen.
7. Angin puting beliung
Sebagaimana dalam firman Allah berikut ini :
فَأَمَّا ثَمُودُ فَأُهْلِكُوا بِالطَّاغِيَةِ (5) وَأَمَّا عَادٌ فَأُهْلِكُوا بِرِيحٍ صَرْصَرٍ عَاتِيَةٍ (6) سَخَّرَهَا عَلَيْهِمْ سَبْعَ لَيَالٍ وَثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ حُسُومًا فَتَرَى الْقَوْمَ فِيهَا صَرْعَى كَأَنَّهُمْ أَعْجَازُ نَخْلٍ خَاوِيَةٍ
Artinya : maka adapun kaum tsamud, mereka telah dibinasakan dengan suara yang sangat keras, sedangkan kaum ‘Ad, mereka telah dibinasakan dengan angin topan yang sangat dingin, Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam delapan hari terus-menerus, maka kamu melihat kaum ‘Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seperti batang-batang pohon kurma yang telah kosong atau lapuk. ( QS. Al-Haaqah : 5-7)
Terkait dengan penafsiran kata Thagiyah ( الطاغية ) , ada dua pendapat. Yaitu : pertama, kata Thagiyah mengadung tiga makna, yaitu : shaihah, rajfah, dan sha’iqah. Kedua, kata thagiyah berasal dari kata thugyan. Artinya, mereka diazab karena perbuatannya yang sudah sangat melampaui batas yang diistilahkan Al-Qur’an dengan كفر dan كذب . sedangkan kalimat بِرِيحٍ صَرْصَرٍ عَاتِيَةٍ adalah angin yang sangat kencang dengan membawa hawa yang sangat dingin, yang datang dari segala arah. Menurut Imam al-Mulawi seperti yang dikutip oleh biqa’i, kata shar bukan hanya berati dingin, akan tetapi kata tersebut juga berarti sangat panas.
Term-term di atas memang tidak dinyatakan secara eksplisit sebagai “bencana alam”, akan tetapi sebagai azab Allah yang bersifat total ( azab isti’sal ). Namun, jika term-term tersebut dipahami dengan memosisikan diri kita berada di tengah-tengah mereka, maka azab tersebut, tidak lain adalah bencana alam yang sangat dahsyat. Bahwa bencana tersebut masuk dalam kategori azab, peringatan, atau ujian/ cobaan, Hal itu terkait dengan perilaku dan keyakinan seseorang, bukan peristiwanya, sebab penyebutan apa pun dari peristiwa alam itu tetap tidak bisa menafikan kenyataan sosial yang terjadi saat itu, yakni bencana alam.
Sebab- sebab terjadinya kerusakan alam maupun lingkungan tidak bisa terlepas dari dua penyebab yaitu penyebab yang bersifat langsung dan tidak langsung. Dapat disimpulkan bahwa terjadinya bencana pada hakikatnya adalah sebagai akibat dari rusaknya mentalitas atau moralitas manusia. Semakin besar pelanggaran manusia atas sistem dan syariat Allah, semakin besar pula peristiwa alam yang Allah timpakan pada mereka.
Wallahu ‘alam bi shawab.
Penulis : Oleh : Sudarmadi Putra, M.Ud
